Ujian Nasional Curang Dianggap Gugur
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh mengatakan ujian nasional
(UN) memiliki tujuan lain yang jauh lebih penting dibandingkan persoalan
kelulusan semata.
UN mampu menjadi alat pembangun karakter siswa yakni melatih kejujuran. Siswa yang didapati berlaku tidak jujur selama ujian dan terbukti, yang bersangkutan dinyatakan gugur dan tidak memiliki nilai.
"Artinya, nilai yang diperolehnya nol," ujar Nuh seusai rapat koordinasi terpadu bertema Penguatan Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pendidikan dan Deklarasi Ujian Nasional (UN) Jujur Berprestasi, dan Pendidikan Antikorupsi di Gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah, baru-baru ini.
Untuk mencegah dan mengurangi celah berbuat curang, mekanisme pelaksanaan UN diatur sedemikian ketat. Selain penyediaan paket soal menjadi lima jenis, jumlah peserta di ruang ujian juga dibatasi maksimal 20 siswa, dan pembagian paket soal dilakukan secara acak.
"Karena tipe soal berbeda akan sulit mencontek, mencontoh, atau tindakan tidak jujur lainnya. Isu-isu bocoran kunci jawaban juga tidak akan bisa karena ada lima paket jenis soal itu," papar Nuh.
Semua mekanisme yang diberlakukan pada pelaksanaan UN, tak lain demi terwujudnya komitmen kejujuran yang dibangun sejak sekolah.
"Jika mulai sekolah sudah tidak jujur, besok kalau sudah besar dan menjadi pejabat, ya pejabat korup. Munculnya tindakan tidak jujur pada UN, apalagi kalau bukan bertujuan ingin mencari kelulusan," papar Nuh.
Lebih lanjut dikatakan, upaya membangun UN secara jujur juga memiliki kaitan dengan menjadinya sebagai paspor menuju perguruan tinggi. Jika UN dapat terjamin kejujuran dan kualitas hasilnya, secara tidak langsung kepercayaan perguruan tinggi akan tumbuh pada lulusan SMA sederajat. Mereka tidak perlu lagi mengikuti tes masuk perguruan tinggi.
"Mulai SD hingga SMA semua bisa langsung masuk. Kenapa saat harus masuk perguruan tinggi perlu dites lagi? Apakah karena statusnya beda? Karena di perguruan tinggi bukan lagi siswa, tapi mahasiswa? Jika ke depan ini (UN sebagai paspor) terwujud akan sangat luar biasa. Kita akan terus dorong menuju hal itu," kata Mendikbud.
Di UN 2012 ini, Nuh tidak memasang target kelulusan secara nasional. Pihaknya menyerahkan hal itu kepada masing-masing pemerintah daerah.
"Yang terpenting bagaimana menjamin pelaksanaan UN berlangsung jujur dan bersih," ucapnya.
Sebelumnya, Provinsi Jateng berkomitmen tetap menjadi provinsi putih atau paling sedikit terjadi kecurangan pada pelaksanaan UN 2012. Koordinator Penanggung Jawab Pengawasan UN Jateng Sudijono Sastroatmojo mengaku ada sejumlah langkah yang dilakukan guna mencapai hasil tersebut. Salah satunya memberikan pelatihan khusus kepada 2.613 pengawas UN.
"Untuk jumlah pengawas masih sama, yakni dua orang. Melalui pelatihan, fungsi dan peran mereka lebih ditingkatkan. Terutama menciptakan situasi kejujuran serta ketelitian siswa saat mengisi kode jawaban, data diri, dan kode ujian," ucapnya.
Pengawas itu akan bertugas di 2.598 sekolah di seluruh Jateng dan akan mengawasi 311.413 siswa. Sementara keamanan proses pengiriman soal dikoordinasikan dengan LPMP Jateng. "Jadi, tugas kami tidak hanya pada pengawasan soal, tapi juga mengawal pengiriman naskah soal hingga lokasi ujian," ujar Rektor Universitas Negeri Semarang ini.
Dia juga meminta semua pihak tidak memercayai jika ditemukan tawaran kunci jawaban soal UN yang disebarkan oleh oknum tertentu. "Apalagi pada saat diujikan ada lima varian soal. Sangat tidak mungkin bocor," tandasnya.
UN mampu menjadi alat pembangun karakter siswa yakni melatih kejujuran. Siswa yang didapati berlaku tidak jujur selama ujian dan terbukti, yang bersangkutan dinyatakan gugur dan tidak memiliki nilai.
"Artinya, nilai yang diperolehnya nol," ujar Nuh seusai rapat koordinasi terpadu bertema Penguatan Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pendidikan dan Deklarasi Ujian Nasional (UN) Jujur Berprestasi, dan Pendidikan Antikorupsi di Gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah, baru-baru ini.
Untuk mencegah dan mengurangi celah berbuat curang, mekanisme pelaksanaan UN diatur sedemikian ketat. Selain penyediaan paket soal menjadi lima jenis, jumlah peserta di ruang ujian juga dibatasi maksimal 20 siswa, dan pembagian paket soal dilakukan secara acak.
"Karena tipe soal berbeda akan sulit mencontek, mencontoh, atau tindakan tidak jujur lainnya. Isu-isu bocoran kunci jawaban juga tidak akan bisa karena ada lima paket jenis soal itu," papar Nuh.
Semua mekanisme yang diberlakukan pada pelaksanaan UN, tak lain demi terwujudnya komitmen kejujuran yang dibangun sejak sekolah.
"Jika mulai sekolah sudah tidak jujur, besok kalau sudah besar dan menjadi pejabat, ya pejabat korup. Munculnya tindakan tidak jujur pada UN, apalagi kalau bukan bertujuan ingin mencari kelulusan," papar Nuh.
Lebih lanjut dikatakan, upaya membangun UN secara jujur juga memiliki kaitan dengan menjadinya sebagai paspor menuju perguruan tinggi. Jika UN dapat terjamin kejujuran dan kualitas hasilnya, secara tidak langsung kepercayaan perguruan tinggi akan tumbuh pada lulusan SMA sederajat. Mereka tidak perlu lagi mengikuti tes masuk perguruan tinggi.
"Mulai SD hingga SMA semua bisa langsung masuk. Kenapa saat harus masuk perguruan tinggi perlu dites lagi? Apakah karena statusnya beda? Karena di perguruan tinggi bukan lagi siswa, tapi mahasiswa? Jika ke depan ini (UN sebagai paspor) terwujud akan sangat luar biasa. Kita akan terus dorong menuju hal itu," kata Mendikbud.
Di UN 2012 ini, Nuh tidak memasang target kelulusan secara nasional. Pihaknya menyerahkan hal itu kepada masing-masing pemerintah daerah.
"Yang terpenting bagaimana menjamin pelaksanaan UN berlangsung jujur dan bersih," ucapnya.
Sebelumnya, Provinsi Jateng berkomitmen tetap menjadi provinsi putih atau paling sedikit terjadi kecurangan pada pelaksanaan UN 2012. Koordinator Penanggung Jawab Pengawasan UN Jateng Sudijono Sastroatmojo mengaku ada sejumlah langkah yang dilakukan guna mencapai hasil tersebut. Salah satunya memberikan pelatihan khusus kepada 2.613 pengawas UN.
"Untuk jumlah pengawas masih sama, yakni dua orang. Melalui pelatihan, fungsi dan peran mereka lebih ditingkatkan. Terutama menciptakan situasi kejujuran serta ketelitian siswa saat mengisi kode jawaban, data diri, dan kode ujian," ucapnya.
Pengawas itu akan bertugas di 2.598 sekolah di seluruh Jateng dan akan mengawasi 311.413 siswa. Sementara keamanan proses pengiriman soal dikoordinasikan dengan LPMP Jateng. "Jadi, tugas kami tidak hanya pada pengawasan soal, tapi juga mengawal pengiriman naskah soal hingga lokasi ujian," ujar Rektor Universitas Negeri Semarang ini.
Dia juga meminta semua pihak tidak memercayai jika ditemukan tawaran kunci jawaban soal UN yang disebarkan oleh oknum tertentu. "Apalagi pada saat diujikan ada lima varian soal. Sangat tidak mungkin bocor," tandasnya.
Mendiknas Kaji Biaya Mahal Pendidikan
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengaku pihaknya akan mengkaji secara bertahap faktor penyebab biaya mahal pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi.
”Pemerintah
sudah menganggarkan 20% APBN untuk pendidikan. Ternyata masih ada
pungutan yang dimaksudkan menunjang tetapi membebani,” katanya di
Surabaya, Minggu (25/7).
Ketika ditemui pers di
kediamannya, mantan Rektor ITS Surabaya itu menyatakan pihaknya akan
mengkaji penyebab mahalnya biaya pendidikan dan berupaya untuk
menurunkannya.
”Misalnya,
lembar kerja siswa (LKS) yang bisa berharga Rp 6.000/mata pelajaran,
tetapi kalau untuk sembilan mata pelajaran bisa menjadi Rp 54.000.
Padahal sudah tidak ada biaya lagi setelah pendaftaran,” urainya.
Karena
itu, dirinya terpaksa membeli LKS untuk siswa SD, SMP, dan SMA guna
dipelajari. Menurutnya, ternyata LKS itu sebenarnya mirip buku sekolah
elektronik (BSE).
”Saya
minta Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah untuk mensinergikan LKS
dengan BSE guna mengurangi biaya. LKS lebih mendalam daripada BSE.
Tetapi masalahnya bukan hanya itu, melainkan LKS ternyata bisnis
sejumlah penerbit ke sekolah-sekolah dan masyarakat yang akhirnya
terbebani,” katanya.
Lobi
Pengelola Terkait biaya pendidikan, Mendiknas juga mengaku ada dugaan
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) menjadi agak mahal,
karena berkaitan dengan lembaga internasional Cambridge.
”Ada
dugaan biaya RSBI itu mahal karena pengeluaran mahal. Hal itu berkaitan
kerja sama dengan lembaga internasional Cambridge dari Inggris.”
Karena
itu, lanjutnya, pihaknya akan melobi pengelola Cambridge untuk
bernegosiasi harga, seperti terjadi dalam kerja sama dengan perusahaan
yang memproduksi software (peranti lunak). ”Ibaratnya, kita bisa membeli
lisensi mereka. Lisensi itu mungkin dengan harga berbeda antara lisensi
untuk perorangan dan dunia pendidikan. Itu baru namanya software,”
katanya.
Selanjutnya disini
Selanjutnya disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar